Thursday, 26 November 2015

Lalat dan (perangkap) Cahaya

gambar diambil dari www.todayifoundout.com
Kebetulan di rumah saya sedang banyak lalat, mungkin karena musim hujan. Kakak saya pun menyarankan untuk menyalakan api atau membakar lilin agar lalat terusir. "Kayak (yang biasa dilakukan) di restoran Padang," katanya.

Saya pun segera menyalakan lilin dan selang beberapa saat, kerumunan lalat menjadi berkurang. Awalnya saya berpikir bahwa terusirnya lalat dikarenakan mereka takut terhadap cahaya atau api. Namun, saya cukup terkejut karena lalat justru mendekati sumber cahaya. Hasilnya, beberapa lalat langsung mati atau perlahan mati karena terbakar.

Lalu, apa hubungan antara lalat dan api/cahaya?

1. Serangga Fototropik
Ternyata lalat merupakan salah satu jenis serangga yang menyukai cahaya (fototropik). Tak heran, lalat malah mendekati cahaya lilin ketimbang menjauhinya. Berarti bisa diasumsikan bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia (khususnya yang bekerja di restoran Padang, hehe) adalah untuk memberikan efek jera kepada para lalat. Seolah memberi perangkap kepada lalat dengan menyediakan yang mereka sukai (cahaya) padahal jika mereka terlalu dekat akan terkena api lalu terbakar dan mati.

2. Lebih Peka daripada Manusia
Kepekaan penglihatan lalat bisa mencapai 6 kali lebih besar daripada manusia. Hal tersebut dikarenakan mata majemuk yang dimilikinya. Mata majemuk lalat memiliki ribuan lensa yang sangat peka tidak hanya terhadap cahaya tapi juga gerakan. Literatur mengatakan mata lalat dapat mengindra getaran cahaya hingga 330 kali per detik atau 6 kali lebih banyak dibanding mata manusia.

3. Takut Warna Biru
Hasil penelitian ilmuan Jepang menunjukan bahwa beberapa serangga tidak menyukai cahaya dengan panjang gelombang 378-508 nanometer. Untuk lalat sendiri para peneliti yang terdiri dari Isamu Akasaki, Hiroshi Amano dan Shuji Nakamura, mengatakan bahwa lalat akan mati dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang di bawah 467 nanometer atau yang memiliki spektrum warna biru.

Meski dalam penelitian lalat yang diujicobakan tidak mengalami kematian, namun diketahui bahwa cahaya dapat menstimulasi produksi molekul reactive oxygen species (ROS). Molekul tersebut kemudian akan merusak sel, mengakibatkan kerusakan jaringan, hingga menyebabkan kematian bagi lalat. Hasil penelitian ini telah diterbitkan oleh Rocketnews24 (13/12/2014) dan para peneliti berhasil memenangkan hadiah Nobel bidang Fisika tahun 2014.

Semoga bermanfaat


Sumber: Segala Sumber

Saturday, 3 October 2015

Pembentukan Organ Reproduksi Luar


Jika pada pembentukan organ reproduksi dalam, pembentukan ovarium (perempuan) dan testis (laki-laki) dipicu oleh precursor (pemicu) yang berbeda, di mana precursor ovarium adalah korteks primordial gonad, sedangkam precursor testis adalah medula primordial gonad, maka pada pembentukan organ reproduksi luar, baik perempuan maupun laki-laki memiliki precursor yang sama yaitu "bipotential precursor".

Copyright: Allyn and Bacon (Biopsychology-John Pinel)
Pada saat janin berusia 2 bulan di masa kehamilan, organ reproduksi luar terdiri atas empat bagian, yaitu:
1. Gland, yang akan berdiferensiasi menjadi kepala penis (pada laki-laki) atau klitoris (pada perempuan),
2. Urethral Fold, yang akan mengalami peleburan (pada laki-laki) atau melebar menjadi labia minor (pada perempuan),
3. Badan Lateral (Lateral Body), yang akan menjadi batang penis (pada laki-laki) atau menjadi penutup/tudung klitoris (pada perempuan),
4. Labioscrotal Swelling, yang akan menjadi skrotum (pada laki-laki) atau menjadi labia mayor (pada perempuan).

Seperti halnya perkembangan organ reproduksi dalam, perkembangan organ reproduksi luar juga dikontrol oleh ada atau tidak adanya hormon testosteron. Jika ada, maka perkembangannya akan menuju ke organ reproduksi laki-laki. Jika tidak, menjadi organ reproduksi wanita.

Semoga bermanfaat!
Sumber Rujukan: John P.J. Pinel. Biopsychology. Hlm. 359-360.

Pembentukan Organ Reproduksi Dalam


Berbicara tentang organ reproduksi, siapakah yang seharusnya lebih berbangga, Laki-laki atau Perempuan? Siapakah yang diprogram untuk lebih dulu dibuat? Apakah laki-laki atau perempuan?


Secara keilmuan, pada dasarnya manusia didesain atau diprogram untuk berkembang menjadi perempuan (jadi perempuan lah yang seharusnya berbangga-red).  Artinya, kehadiran laki-laki di dunia ini disebabkan karena penolakan atas “program perempuan” tersebut. Yang tidak menolak akan menjadi perempuan, dan yang menolak akan menjadi laki-laki. Sungguh laki-laki memang pembangkang, bukan? Haha.

Menurut ilmu Biologi, asal pembentukan manusia hanyalah dari satu sel saja, yaitu ZIGOT.  Zigot sendiri baru terbentuk setelah adanya peleburan antara inti sel sperma dan inti sel telur (ovum) melalui peristiwa fertilisasi (pembuahan). Zigot selanjutnya akan mengalami diferensiasi dan spesialisasi (perubahan bentuk dan fungsi) menjadi berbagai jaringan, di antaranya jaringan penyusun Sistem Reproduksi.


Secara genetik, zigot dapat berjenis XX (mengandung kromosom kelamin X saja) atau XY (mengandung kromosom kelamin X dan Y). XX adalah calon Perempuan, sedangkan XY adalah calon Laki-laki. Sementara itu, terkait pembentukan organ reproduksi, tepatnya 6 minggu pasca-fertilisasi, pada janin sudah terbentuk calon kelenjar kelamin (gonad) yang disebut “Primordial Gonad”. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Primordial Gonad ini pun sebenarnya diprogram untuk membentuk Ovarium (kelenjar kelamin perempuan). Lalu bagaimana Testis (kelenjar kelamin laki-laki) bisa terbentuk?

Primordial Gonad tersusun atas dua lapisan yaitu bagian korteks (luar) dan medulla (dalam). Korteks memiliki potensi untuk tumbuh menjadi Ovarium (perempuan) sedangkan medulla berpotensi menjadi testis (laki-laki). Dalam kondisi alami (tanpa pengaruh hormon), bagian korteks lah yang akan lebih berkembang hingga menjadi ovarium. Kondisi ini biasanya terjadi pada janin yang berkromosom XX.

Sedangkan pada janin yang secara genetik merupakan laki-laki (XY), 6 minggu pasca-fertilisasi, kromosom Y akan mensintesis hormon “Antigen H-Y” yang justru akan memicu perkembangan bagian medulla dari Primordial Gonad hingga menjadi testis. Dari sini, sudah terlihat bahwa laki-laki menolak “program perempuan” dengan cara membentuk Antigen H-Y.

Selanjutnya, masih di 6 minggu pasca-fertilisasi, janin akan membentuk “Kantung Reproduksi” (Reproductive Ducts) melalui suatu sistem yang disebut Sistem Mullerian (pada janin yang secara genetik adalah perempuan) dan Sistem Wolffian (pada janin yang secara genetik adalah laki-laki).

Kerja dari kedua sistem ini dipengaruhi oleh keberadaan hormon Testosteron yang dihasilkan oleh testis. Artinya, jika primordial gonad membentuk testis, maka testosteron yang dihasilkannya akan menghambat Sistem Mullerian (mengalami degenerasi) dan memicu Sistem Wolffian. Jadi intinya, setelah penolakan pertama atas “program perempuan” oleh Antigen H-Y, maka secara berkesinambungan akan dilanjutkan pada penolakan-penolakan selanjutnya hingga terbentuk organ reproduksi Laki-laki.

Sistem Wolffian sendiri memiliki kapasitas untuk tumbuh menjadi kantung reproduksi pria seperti Vesika Seminalis (kantung semen), Vas Deferens, dan organ reproduksi bagian dalam lainnya. Sedangkan Sistem Mullerian memiliki kapasitas untuk tumbuh menjadi kantung reproduksi perempuan seperti Uterus (rahim), Tuba Falopii (saluran telur), dan organ reproduksi bagian dalam lainnya.
Yang perlu diingat adalah perkembangan kantung-kantung reproduksi sebelah dalam wanita tidak dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh Ovarium (seperti Estrogen dan Progesteron), karena ovarium hampir tidak berfungsi (inaktif) selama perkembangan janin. Karena alasan ini lah, dalam tulisan ini, keberadaan testosteron dianggap sebagai kondisi yang tidak alami.


Lalu, bisakah wanita memiliki testis? Atau sebaliknya, laki-laki memiliki ovarium?

Berdasarkan penelitian, jika hormon "Antigen H-Y" disuntikkan ke janin yang berusia 6 minggu pasca-fertilisasi, maka janin yang secara genetik merupakan perempuan, akan bisa memiliki testis. Begitupun pada janin yang secara genetik adalah laki-laki, jika pada usia 6 minggu pasca-fertilisasi disuntikkan obat atau senyawa yang dapat menghambat efek dari Antigen H-Y, maka bayi laki-laki ini bisa memiliki ovarium.

Untuk diketahui, testis merupakan kelenjar kelamin pada laki-laki yang dapat memproduksi hormon testosteron. Adapun salah satu fungsi testosteron adalah memicu ciri kelamin sekunder pada laki-laki (seperti suara membesar, dada membidang, dan lain-lain). Sedangkan ovarium adalah kelenjar kelamin perempuan yang dapat memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Estrogen berperan memicu ciri kelamin sekunder wanita (seperti tumbuhnya payudara, suara melengking, kulit halus, dan lain-lain), sedangkan progesteron berperan dalam penebalan dinding rahim serta memicu produksi Air Susu Ibu (ASI).

Artinya, jika seorang pria memiliki ovarium, tubuhnya pun akan ikut diprogram seperti wanita, begitupun sebaliknya. Jika wanita memiliki testis, tubuhnya akan diprogram seperti laki-laki. Dari sini kita bisa melihat bahwa untuk pengidentifikasian manusia menjadi laki-laki atau perempuan, hal tersebut banyak dipengaruhi oleh keberadaan hormon. Tak heran jika pada kasus-kasus trans-gender yang cukup marak di dunia saat inj, sistem pengobatannya dilakukan dengan pemberian/terapi hormon kelamin, seperti testosteron, estrogen atau progesteron.


Semoga bermanfaat!



Sumber Rujukan: John P.J. Pinel. Biopsychology. Hlm. 357-359.