Berbicara tentang organ reproduksi, siapakah yang
seharusnya lebih berbangga, Laki-laki atau Perempuan? Siapakah yang diprogram
untuk lebih dulu dibuat? Apakah laki-laki atau perempuan?
Secara keilmuan, pada
dasarnya manusia didesain atau diprogram untuk berkembang menjadi perempuan (jadi
perempuan lah yang seharusnya berbangga-red). Artinya, kehadiran
laki-laki di dunia ini disebabkan karena penolakan atas “program perempuan”
tersebut. Yang tidak menolak akan menjadi perempuan, dan yang menolak akan
menjadi laki-laki. Sungguh laki-laki memang pembangkang, bukan? Haha.
Menurut ilmu Biologi, asal pembentukan manusia hanyalah
dari satu sel saja, yaitu ZIGOT. Zigot
sendiri baru terbentuk setelah adanya peleburan antara inti sel sperma dan inti
sel telur (ovum) melalui peristiwa fertilisasi (pembuahan). Zigot selanjutnya
akan mengalami diferensiasi dan spesialisasi (perubahan bentuk dan fungsi)
menjadi berbagai jaringan, di antaranya jaringan penyusun Sistem Reproduksi.
Secara genetik, zigot dapat berjenis XX (mengandung
kromosom kelamin X saja) atau XY (mengandung kromosom kelamin X dan Y). XX
adalah calon Perempuan, sedangkan XY adalah calon Laki-laki. Sementara itu,
terkait pembentukan organ reproduksi, tepatnya 6 minggu pasca-fertilisasi, pada
janin sudah terbentuk calon kelenjar kelamin (gonad) yang disebut “Primordial
Gonad”. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Primordial Gonad ini pun
sebenarnya diprogram untuk membentuk Ovarium (kelenjar kelamin perempuan). Lalu
bagaimana Testis (kelenjar kelamin laki-laki) bisa terbentuk?
Primordial Gonad tersusun atas dua lapisan yaitu bagian
korteks (luar) dan medulla (dalam). Korteks memiliki potensi untuk tumbuh
menjadi Ovarium (perempuan) sedangkan medulla berpotensi menjadi testis
(laki-laki). Dalam kondisi alami (tanpa pengaruh hormon), bagian korteks lah
yang akan lebih berkembang hingga menjadi ovarium. Kondisi ini biasanya terjadi
pada janin yang berkromosom XX.
Sedangkan pada janin yang secara genetik merupakan
laki-laki (XY), 6 minggu pasca-fertilisasi, kromosom Y akan mensintesis hormon
“Antigen H-Y” yang justru akan memicu perkembangan bagian medulla dari
Primordial Gonad hingga menjadi testis. Dari sini, sudah terlihat bahwa
laki-laki menolak “program perempuan” dengan cara membentuk Antigen H-Y.
Selanjutnya, masih di 6 minggu pasca-fertilisasi, janin
akan membentuk “Kantung Reproduksi” (Reproductive Ducts) melalui suatu sistem
yang disebut Sistem Mullerian (pada
janin yang secara genetik adalah perempuan) dan Sistem Wolffian (pada janin yang secara genetik adalah laki-laki).
Kerja dari kedua sistem ini dipengaruhi oleh keberadaan
hormon Testosteron yang dihasilkan oleh testis. Artinya, jika primordial gonad
membentuk testis, maka testosteron yang dihasilkannya akan menghambat Sistem
Mullerian (mengalami degenerasi) dan memicu Sistem Wolffian. Jadi intinya,
setelah penolakan pertama atas “program perempuan” oleh Antigen H-Y, maka
secara berkesinambungan akan dilanjutkan pada penolakan-penolakan selanjutnya
hingga terbentuk organ reproduksi Laki-laki.
Sistem Wolffian sendiri memiliki kapasitas untuk tumbuh
menjadi kantung reproduksi pria seperti Vesika Seminalis (kantung semen), Vas
Deferens, dan organ reproduksi bagian dalam lainnya. Sedangkan Sistem Mullerian
memiliki kapasitas untuk tumbuh menjadi kantung reproduksi perempuan seperti
Uterus (rahim), Tuba Falopii (saluran telur), dan organ reproduksi bagian dalam
lainnya.
Yang perlu diingat adalah perkembangan kantung-kantung
reproduksi sebelah dalam wanita tidak dipengaruhi atau dikontrol oleh
hormon-hormon yang dihasilkan oleh Ovarium (seperti Estrogen dan Progesteron),
karena ovarium hampir tidak berfungsi (inaktif) selama perkembangan janin.
Karena alasan ini lah, dalam tulisan ini, keberadaan testosteron dianggap
sebagai kondisi yang tidak alami.
Lalu, bisakah wanita memiliki testis? Atau
sebaliknya, laki-laki memiliki ovarium?
Berdasarkan penelitian, jika hormon "Antigen
H-Y" disuntikkan ke janin yang berusia 6 minggu pasca-fertilisasi, maka
janin yang secara genetik merupakan perempuan, akan bisa memiliki testis.
Begitupun pada janin yang secara genetik adalah laki-laki, jika pada usia 6
minggu pasca-fertilisasi disuntikkan obat atau senyawa yang dapat menghambat
efek dari Antigen H-Y, maka bayi laki-laki ini bisa memiliki ovarium.
Untuk diketahui, testis merupakan kelenjar kelamin pada
laki-laki yang dapat memproduksi hormon testosteron. Adapun salah satu fungsi
testosteron adalah memicu ciri kelamin sekunder pada laki-laki (seperti suara
membesar, dada membidang, dan lain-lain). Sedangkan ovarium adalah kelenjar
kelamin perempuan yang dapat memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
Estrogen berperan memicu ciri kelamin sekunder wanita (seperti tumbuhnya
payudara, suara melengking, kulit halus, dan lain-lain), sedangkan progesteron
berperan dalam penebalan dinding rahim serta memicu produksi Air Susu Ibu
(ASI).
Artinya, jika seorang pria memiliki ovarium, tubuhnya pun
akan ikut diprogram seperti wanita, begitupun sebaliknya. Jika wanita memiliki
testis, tubuhnya akan diprogram seperti laki-laki. Dari sini kita bisa melihat
bahwa untuk pengidentifikasian manusia menjadi laki-laki atau perempuan, hal
tersebut banyak dipengaruhi oleh keberadaan hormon. Tak heran jika pada
kasus-kasus trans-gender yang cukup marak di dunia saat inj, sistem
pengobatannya dilakukan dengan pemberian/terapi hormon kelamin, seperti
testosteron, estrogen atau progesteron.
Semoga bermanfaat!
Sumber Rujukan: John P.J. Pinel. Biopsychology. Hlm.
357-359.