ilustrasi: www.123rf.com |
Dari total volume air di bumi yang mencapai sekitar 332,5
juta mil kubik (mi3), air bersih yang dapat dikonsumsi hanya sekitar
2,5 persen saja, sisanya merupakan air asin dan air samudera yang tidak dapat
dikonsumsi. Adapun dari total air bersih tersebut, hanya 1 persen saja yang dapat
diakses manusia, yang umumnya terdapat di daerah aliran sungai, di mana sisanya
banyak terperangkap di salju dan gletser (68%), serta terperangkap di dalam
tanah (30%).
Jika dikonversikan dalam bentuk volume, jumlah air bersih
yang mudah diakses adalah sekitar 300 mil kubik air (mi3) atau 1.250
km kubik (km3). Artinya, hanya 0,007 persen dari total air di bumi
yang bisa digunakan dan dimanfaatkan oleh sekitar 6,8 miliar penduduk dunia.
Desalinasi
Sederhananya, desalinasi merupakan proses menghilangkan
kandungan garam berlebih dalam air. Melalui proses ini, air yang tadinya asin,
dapat dikonversikan menjadi air dengan kemurnian tinggi yang layak dikonsumsi.
Menengok sejarah, teknologi desalinasi pertama kali diterapkan
di Amerika Serikat untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi awak kapal yang
berlayar. Hal itu dibuktikan dari laporan teknis Thomas Jefferson, seorang
Sekretaris Negara AS yang kala itu, di tahun 1791, melaporkan bahwa desalinasi
dilakukan melalui proses yang lebih sederhana yaitu Destilasi.
Dalam perkembangannya, di masa perang dunia kedua, unit
bergerak teknologi Desalinasi sudah digunakan di hampir semua kapal layar AS. Bahkan
desalinasi menjadi salah satu rujukan pemerintah dalam menghadapi krisis
produksi air minum pasca perang dunia kedua tersebut.
Osmosis Terbalik
Osmosis Terbalik (Reverse Osmosis/RO) merupakan metode
yang paling popular digunakan dalam proses desalinasi. Mengalahkan dua metode
lain yaitu electrodialysis dan nano filtration. Alasannya, karena RO
lebih mudah diterapkan, efesien, dan lebih murah.
Osmosis Terbalik dilakukan dengan cara memberikan tekanan
pada bagian larutan dengan konsentrasi tinggi menjadi melebihi tekanan pada
bagian larutan dengan konsentrasi rendah. Sehingga larutan akan mengalir dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melalui sebuah membran yang
semipermeabel.
ilustrasi: taken from www.win-007.blogspot.com |
ilustrasi: www.purewatercare.com |
Sederhananya, air laut/payau, ditekan agar melewati membrane semi-permeabel, sehingga molekul garam, atau molekul pengotor yang memiliki diameter lebih besar dari molekul air akan tersaring. Sehingga hanya molekul air bersih saja yang terlewat. Proses ini tentu saja melalui serangkaian fase yang panjang hingga akhirnya benar-benar dihasilkan air dengan kualitas layak konsumsi.
Desalinasi di
Indonesia
Pemanfaatan teknologi desalinasi nyatanya sudah
diterapkan oleh beberapa pihak di Indonesia. Salah satunya adalah PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJA) di mana dalam pengerjaannya PJA bekerjasama
dengan PT Jaya Teknik Indonesia (JTI) selaku kontraktor utama. Selain JTI,
kontraktor lain yang terlibat adalah PT Beta Pramesti.
ilustrasi: taken from www.sendokgarpu.com |
ilustrasi: ruang desalinasi ancol, www.majalahtambang.com |
Menurut Fauzan, dibutuhkan investasi sekitar Rp50 miliar
untuk menjalankan proyek desalinasi Ancol. Nilai tersebut sudah merupakan
akumulasi dari seluruh kebutuhan, seperti penyediaan infrastruktur bangunan,
teknologi, bahan kimia, pembangunan pipa, serta penyediaan membrane treatment
(system UF dan system RO).
Jika dikaitkan dengan biaya-biaya pemanfaatan listrik,
maintenance, chemical, dan biaya lainnya, Fauzan mengatakan investasi untuk
menghasilkan 1 liter air tawar adalah Rp7.500-8000/mᵌ. Menurutnya, nilai
tersebut cukup murah jika dibandingkan dengan tarif air bersih dari PDAM
(Perusahaan Daerah Air Minum) untuk kelas komersial dan industri yang mencapai
Rp12.000-15.000/mᵌ.
Air tawar yang dihasilkan dalam proyek desalinasi Ancol
dinilai memiliki kualitas yang sangat baik. Hal itu dibuktikan dengan nilai TDS
(Total Dissolved Solid-Total Padatan Terlarut) sebesar 100-300 ppm (Part Per
Million). Menurut Fauzan, nilai itu jauh lebih rendah dari TDS air layak minum
yang ditetapkan Permenkes yaitu 1000 ppm.
Standar air layak minum menurut Departemen Kesehatan RI
sendiri disyaratkan harus mangandung TDS sebesar maksimum 1000 ppm. Sedangkan
Standard Nasional Indonesia (SNI) menyatakan, air botolan diperbolehkan
mengandung TDS sebesar maksimum 500 ppm.
ilustrasi: www.macdonaldandcompany.com |
Sumber: Segala
Sumber