Friday, 1 February 2013

Desalinasi Untuk Air Bersih

ilustrasi: www.123rf.com
Agar dapat bertahan hidup, manusia perlu mendapat cakupan energi yang cukup. Selain dari makanan, manusia dapat memperoleh sumber energi tersebut dari minuman. Sayangnya, dari sekian banyak kandungan air di bumi, tidak semuanya dapat dikonsumsi menjadi air minum.

Dari total volume air di bumi yang mencapai sekitar 332,5 juta mil kubik (mi3), air bersih yang dapat dikonsumsi hanya sekitar 2,5 persen saja, sisanya merupakan air asin dan air samudera yang tidak dapat dikonsumsi. Adapun dari total air bersih tersebut, hanya 1 persen saja yang dapat diakses manusia, yang umumnya terdapat di daerah aliran sungai, di mana sisanya banyak terperangkap di salju dan gletser (68%), serta terperangkap di dalam tanah (30%).

Jika dikonversikan dalam bentuk volume, jumlah air bersih yang mudah diakses adalah sekitar 300 mil kubik air (mi3) atau 1.250 km kubik (km3). Artinya, hanya 0,007 persen dari total air di bumi yang bisa digunakan dan dimanfaatkan oleh sekitar 6,8 miliar penduduk dunia.

Seiring waktu, dengan adanya berbagai perubahan kondisi alam, membuat keberadaan air bersih menjadi makin sulit diakses manusia. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi manusia, sehingga perlu adanya upaya agar ke depannya manusia tetap dapat memperoleh energi dari air bersih. Dan salah satu upaya tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi desalinasi.

Desalinasi
Sederhananya, desalinasi merupakan proses menghilangkan kandungan garam berlebih dalam air. Melalui proses ini, air yang tadinya asin, dapat dikonversikan menjadi air dengan kemurnian tinggi yang layak dikonsumsi.  
ilustrasi: www.lasvegassun.com

Menengok sejarah, teknologi desalinasi pertama kali diterapkan di Amerika Serikat untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi awak kapal yang berlayar. Hal itu dibuktikan dari laporan teknis Thomas Jefferson, seorang Sekretaris Negara AS yang kala itu, di tahun 1791, melaporkan bahwa desalinasi dilakukan melalui proses yang lebih sederhana yaitu Destilasi.

Dalam perkembangannya, di masa perang dunia kedua, unit bergerak teknologi Desalinasi sudah digunakan di hampir semua kapal layar AS. Bahkan desalinasi menjadi salah satu rujukan pemerintah dalam menghadapi krisis produksi air minum pasca perang dunia kedua tersebut.


Seiring waktu, desalinasi menjadi salah satu proses yang dimanfaatkan manusia untuk pemenuhan kebutuhan air bersih di seluruh dunia. Pemanfaatannya pun berguna untuk segala sektor industri. Meski saat ini, proses desalinasi lebih banyak difokuskan untuk menyediakan air bersih untuk digunakan di wilayah yang memiliki keterbatasan air.

Osmosis Terbalik
Osmosis Terbalik (Reverse Osmosis/RO) merupakan metode yang paling popular digunakan dalam proses desalinasi. Mengalahkan dua metode lain yaitu electrodialysis dan nano filtration. Alasannya, karena RO lebih mudah diterapkan, efesien, dan lebih murah.

Osmosis Terbalik dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada bagian larutan dengan konsentrasi tinggi menjadi melebihi tekanan pada bagian larutan dengan konsentrasi rendah. Sehingga larutan akan mengalir dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melalui sebuah membran yang semipermeabel.

ilustrasi: taken from www.win-007.blogspot.com
ilustrasi: www.purewatercare.com


Sederhananya, air laut/payau, ditekan agar melewati membrane semi-permeabel, sehingga molekul garam, atau molekul pengotor yang memiliki diameter lebih besar dari molekul air akan tersaring. Sehingga hanya molekul air bersih saja yang terlewat. Proses ini tentu saja melalui serangkaian fase yang panjang hingga akhirnya benar-benar dihasilkan air dengan kualitas layak konsumsi.

Desalinasi di Indonesia
Pemanfaatan teknologi desalinasi nyatanya sudah diterapkan oleh beberapa pihak di Indonesia. Salah satunya adalah PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJA) di mana dalam pengerjaannya PJA bekerjasama dengan PT Jaya Teknik Indonesia (JTI) selaku kontraktor utama. Selain JTI, kontraktor lain yang terlibat adalah PT Beta Pramesti.


ilustrasi: taken from www.sendokgarpu.com
ilustrasi:  ruang desalinasi ancol, www.majalahtambang.com
Proyek desalinasi Ancol ditujukan untuk menghasilkan air bersih guna memenuhi kebutuhan penyediaan fasilitas di arena rekreasi tersebut. Metode desalinasi yang digunakan adalah Osmosis Terbalik. Kepada penulis, Fauzan Nurrahman, Kepala Departemen Bisnis Development PT Jaya Teknik Indonesia (JTI) mengatakan, air bersih yang dapat dihasilkan mencapai 30% dari total air laut yang didesalinasikan.

Menurut Fauzan, dibutuhkan investasi sekitar Rp50 miliar untuk menjalankan proyek desalinasi Ancol. Nilai tersebut sudah merupakan akumulasi dari seluruh kebutuhan, seperti penyediaan infrastruktur bangunan, teknologi, bahan kimia, pembangunan pipa, serta penyediaan membrane treatment (system UF dan system RO).

Jika dikaitkan dengan biaya-biaya pemanfaatan listrik, maintenance, chemical, dan biaya lainnya, Fauzan mengatakan investasi untuk menghasilkan 1 liter air tawar adalah Rp7.500-8000/mᵌ. Menurutnya, nilai tersebut cukup murah jika dibandingkan dengan tarif air bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) untuk kelas komersial dan industri yang mencapai Rp12.000-15.000/mᵌ.

Air tawar yang dihasilkan dalam proyek desalinasi Ancol dinilai memiliki kualitas yang sangat baik. Hal itu dibuktikan dengan nilai TDS (Total Dissolved Solid-Total Padatan Terlarut) sebesar 100-300 ppm (Part Per Million). Menurut Fauzan, nilai itu jauh lebih rendah dari TDS air layak minum yang ditetapkan Permenkes yaitu 1000 ppm.

Standar air layak minum menurut Departemen Kesehatan RI sendiri disyaratkan harus mangandung TDS sebesar maksimum 1000 ppm. Sedangkan Standard Nasional Indonesia (SNI) menyatakan, air botolan diperbolehkan mengandung TDS sebesar maksimum 500 ppm.

ilustrasi: www.macdonaldandcompany.com
Selain Ancol, teknologi desalinasi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi minyak di sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas). Menurut sumber, BP Migas (sekarang dikenal sebagai SKMIGAS) pada akhir Juni 2011 telah membuka tender lima EPC (engineering, procurement and construction) untuk Blok Cepu. Salah satunya tender desalinasi air laut menjadi air tawar, untuk injeksi sumur Banyu Urip yang dikelola Mobil Cepu Ltd. Hingga kini, belum ada perkembangan signifikan atas proyek tersebut.


Sumber: Segala Sumber

Saturday, 5 January 2013

(sekilas) Keberadaan Air

ilustrasi: www.australia.com


Apa yang terlihat di dunia, entah itu manusia, maupun tiap elemen hidup dan tak-hidup di alam sekitar, merupakan gambaran sebuah sistem yang terbentuk dari sistem-sistem lain yang lebih kecil. Sesuatu yang besar berasal dari sesuatu yang lebih kecil. Sesuatu yang kompleks tersusun dari sesuatu yang lebih sederhana. Demikian seterusnya hingga terbentuk strata-strata tertentu yang saling berkaitan dan saling menyeimbangi.

Hal tersebut berlaku juga pada tiap elemen dasar alam, seperti Air. Satu tetes air terdiri dari miliar-an molekul air. Molekul air tersusun atas tiga buah atom, yaitu dua atom Hidrogen (H) dan satu Oksigen (O). Dalam penulisan ilmiah, air kemudian disimbolkan dengan rumus kimia H2O.

ilustrasi: earthguide.ucsd.edu
Bumi, sebagai tempat hidup makhluk hidup tentu saja tersusun atas elemen air. Tak tanggung-tanggung, menurut Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (U.S. Geological Survey’s / USGS), sekitar 70% permukaan bumi tertutup oleh air. Sedangkan jika diukur menurut volume keseluruhan kandungan air di bumi, terdapat sekitar 332,5 juta mil kubik air atau 1,386 miliar km kubik (1 mi3 = 4.16818183 km3). Dari volume tersebut, air mengambil porsi sekitar 0,1 persen dari total volume bumi yang mencapai 1,0832073×1012 km3.

Tidak hanya bumi, dalam tubuh makhluk hidup pun mengandung air. Pada manusia, hingga 60 persen dari tubuhnya adalah air, yang tersebar di berbagai organ. Air pada otak mengambil porsi sebanyak 70%, paru-paru 90%, jaringan otot 75%,  lemak tubuh 10%, dan tulang sebanyak 22%. Tidak hanya itu 83% darah merupakan air. Kandungan air tersebut tentunya tergantung berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, maupun genetik.

ilustrasi: wlzine.com
Begitu lekatnya kehidupan manusia dan air, tak mengherankan jika setiap harinya manusia harus mengkonsumsi sekitar 2,4 liter air yang berguna untuk mempertahankan fungsi air dalam metabolisme tubuh. Baik melalui sistem pencernaan, transportasi, maupun dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah tersebut dapat dipenuhi baik melalui air minum, maupun dari makanan.

Sementara itu, kandungan air pada tubuh hewan rata-rata mencapai 80%. Di mana pada umumnya, hewan tidak akan bertahan hidup jika sudah kehilangan lebih dari 15% air dalam tubuhnya. Kandungan air pada hewan juga sangat tergantung pada jenisnya. Pada ubur-ubur misalnya, di mana sekitar 95% tubuhnya mengandung air.

Air juga merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan tumbuhan. Kandungan air pada tanaman dapat mencapai 70-90% dari bobot segar jaringan dan organ tanaman. Selama masa hidupnya, tanaman umumnya memerlukan air untuk melakukan transpirasi (penguapan) dari daunnya yang bisa mencapai 100 kali berat tubuhnya.

Tak heran jika 99% dari total jumlah air yang diserap tumbuhan akan hilang sebagai uap melalui proses transpirasi pada daun dan kanopi tanaman. Sedangkan sisanya, untuk keperluan fotosintesis dan metabolisme lainnya.

Keberadaan air dan pemanfaatannya, menjadi seimbang berkat adanya siklus air. Melalui proses pergerakan dan pemindahan air yang tidak pernah berhenti ini akhirnya membuat jumlah air di bumi cenderung selalu tetap. Yang menjadi pertanyaan sekarang, seberapa besar proses pergerakan/pemindahan air tersebut berdampak bagi kehidupan manusia.

Alam melalui sistem-sistem kehidupan di dalamnya , sebenarnya telah mengajarkan ilmu yang nyatanya sulit sekali disadari manusia. Karena tak bisa dipungkiri, beragam ulah manusia yang seringkali menjadi penyebab hingga sistem kehidupan alam menjadi tidak seimbang.


Sumber: Segala Sumber